Sabtu, 28 Desember 2013

Dalam Diam, Ku Mencintaimu . .:-)

Jika airmata memang bisa tepiskan
duka,maka Menangislah. .

Jika kata-kata memang bisa
menghapus luka,maka Bicaralah. .

Jika malam hening memang bisa
mengusir gundah,maka Tahajjud lah. .

Jika ternyata memang tak ada yg
bisa mendiamkan gelisah jiwa,
maka berDo'a lah. .

Pernahkah engkau mendapatkan
pujian dari seorang yg Buta,
yg sama sekali tak pernah
melihat kecantikan parasmu. .

Pernahkah engkau mendengar
kata cinta dari seorang Bisu,yg
tak mampu untuk
menyampaikannya lewat Lisan. .

Pernahkah engkau merasakan
Belaian kasih sayang dari seorang
Cacat,yg bahkan tak mampu
menyentuhmu dgn jemarinya. .

Pernahkah engkau mendapat
pesan gembira dari orang yg
engkau abaikan,yg bahkan
selalu memikirkanmu. .

Cinta dan Sayang tak bisa dilihat dari
kesempurnaan Pandangan,
Penglihatan dan Sentuhan,
Cinta Sejati adalah dia yg pernah
menangis menahan rindu
untukmu. .

Aku tak mencintaimu dgn kata
yg bisa berdusta,aku
mencintaimu dgn bukti dan
rasa.

Aku mendengarmu tidak dgn
telinga yg apabila jarak jauh
menjadi tak terdengar,
tapi aku mendengarkanmu
dengan Rasa Dalam Pejaman Mata.

Aku tak melihatmu dgn kedua
mata ini,yg takkan bisa
melihatmu yg terhalang sejauh
mata memandang,aku melihatmu
dalam ingatan dan kenanganku.
Dalam Do'a-Do'a yg ku lantunkan
pada_NYA. .

Ya Rabb. .
Jaga lah dia selalu untukku bila
penjagaanku tidak sampai
kepadanya. .
Aamiin. .:-)


Abi Mansur AL Maturidi 

Senin, 16 Desember 2013

Ketika..

Ketika seorang remaja putri memakai pakaian yang longgar dan panjang serta berjilbab dan tak memakai kosmetik, maka hanya segelintir pemuda saja yang meliriknya.

TAPI....

Ketika seorang remaja putri memakai pakaian yang ketat dan pendek,juga memakai kosmetik yang 'wOow',maka terihat banyak pemuda yang begitu senang melihatnya.

♚ Dari situ banyak yang perlu kita pelajari , salah satuny a:
"barang yang murah banyak yang melihatnya.sedangkan barang yang mahal tidak akan dilihat kecuali oleh mereka yang memang ingin membelinya. 


fb : ISTRI SHOLEHAH CALON RATU BIDADARI SYURGA.

Selasa, 10 Desember 2013

Cinta Yang Mengubah Duniaku


By : Bayu Adhitya, Bandung


Saya (Bayu) meyakini bahwa sebuah pertemuan bisa mengubah hidup seseorang. Apalagi, jika kita dipertemukan dengan orang yang menjadi bagian terpenting dalam hidup kita di masa depan. Seseorang yang biasa disebut oleh banyak orang dengan istilah jodoh.

Saat masuk SMA, saya bertekad untuk tidak berpacaran. Kalau harus menyukai seseorang gadis, saya harus yakin bahwa dia adalah wanita yang kelak jadi istri saya, teman hidup saya. Kalau saya belum yakin, saya akan menutup hati rapat – rapat.

Pada hari pertama masuk SMA, semua murid dikumpulkan di lapangan basket sekolah. Seorang kakak kelas memberitahu bahwa saya masuk di barisan 1 – 3. Saya pun bergerak munuju barisan yang dimaksud. Wajah – wajah yang tidak saya kenal memenuhi barisan itu. Saya berdiri paling depan, membuat mata saya sulit mengenali wajah – wajah asing di belakang.

Hingga akhirnya, saat ada kesempatan menoleh ke belakang dan mencoba mengamati teman – teman satu barisan, saya melihat seorang gadis berjilbab panjang yang sangat menarik hati. Keanggunan tergambar dari teduh tatap matanya, keindahan tampak dari seulas senyum simpulnya.

Bergetar hati saya. Itu hanya sepersekian detik, tapi cukup membuat dunia saya seakan berhenti berputar. Matahari yang ada di puncak langit seakan enggan turun ke cakrawala. Awan yang bearak pelan seakan memilih diam di tempatnya. Seumur hidup, belum pernah saya merasakan saat – saat seperti itu ; sepersekian detik yang hingga kini dan selamanya akan selalu saya kenang.

Saya berhasil melewati hari yang paling berbeda dalam hidup saya itu tanpa banyak masalah. Namun, keesokan harinya, perasaan – perasaan yang tak biasa tiba – tiba datang. Kadang sangat senang, kadang sangat cemas. Kadang merasa tenang, tapi lebih sering terlihat blingsatan. “Ya Allah, kok gini ya ? Perasaan saya kok jadi aneh ya ?” Saya bertanya – tanya dalam hati. Celakanya, gadis yang membuat posisi jantung saya seakan tertukar dengan paru – paru itu harus saya lihat lagi. Lagi dan lagi, setiap hari, karena kami ternyata satu kelas.

Nia Agustini nama gadis itu. Setelah pertemuan pertama di lapangan basket, hati saya sering tiba – tiba bertanya, “Apa dia orangnya?” Pertanyaan yang aneh untuk anak seusia saya waktu itu. Pelan tapi pasti, perilaku saya berubah, tepatnya tidak lagi ‘natural’. Ya, harus saya akui, entah mengapa saya merasa selalu ingin menarik perhatiannya. Mencuri – curi pandang, dan diam – diam memperhatikan. Dan, meski belum kenal, saya caper terus – terusan. Ketika masih orientasi siswa baru, saya sebenarnya sudah caper. Berbekal pengalaman jadi vokalis band waktu SMP, saya nyanyi di depan anak – anak satu kelompok, berharap mendapat sedikit perhatian dari gadis incaran saya. Tapi, sia – sia. Dia sangat cuek.

Mamat Hidayatullah, teman yang pertama saya kenal dikelas dan kemudian menjadi sahabat yang paling menyenangkan untuk tempat curhat, berkomentar ketika tahu gelagat orang kasmaran dalam diri saya. “Perempuan berjilbab kayak gitu mah sukanya sama anak pinter, sholeh, baik. Bukan sama vokalis band kayak kamu! Rambut acak – acakan, baju di keluarkan.”

Kuping saya seperti tersengat lebah hutan. Tapi, itu ada benanya. Akhirnya, saya memutuskan untuk berubah. Saya ingin jadi orang yang lebih baik. Kalau diingat – ingat, mungkin ini yang dibilang motivator – motivator dengan istilah memantaskan diri.

Meski niatnya salah (maklum, waktu itu saya masih terbelakang soal agama), saya mencoba menjadi anak baik seperti saran sahabat saya itu. Saya pun memberanikan diri untuk mengambil formulir Rohis. Ya, vokalis band ini daftar jadi anak Rohis. Saya masih ingat, waktu saya dating ke ruangan Rohis, ketuanya kaget bukan main. Angin mana yang membawa saya ‘nyasar’ hingga memilih jadi anak Rohis?! Tapi, pas hari pertama kegiatan Rohis saya ikuti, benar ternyata firasat saya. Gadis incaran saya itu juga masuk Rohis. Yess!!!   

Proses pemantasan diri itu saya jalani dengan penuh semangat. Terbayang di benak saya bisa mengambil hati gadis berjilbab itu. Di kelas, saya jadi anakyang paling aktif bertanya (biar kelihatan pintar), kegiatan Rohis tidak pernah bolos, bahkan saya juga menginap di rumah ketuanya (biar jadi anak sholeh), nge-band tetep jalan, tapi sambil coba – coba bernasyid ria (biar tetep eksis). Pokoknya, waktu itu saya jadi anak ‘hiperaktif’. Padahal, pas SMP saya biasa – biasa saja, sama sekali tidak aktif dalam kegiatan apapun, malah tukang bikin rebut di kelas (ini namanya aktif juga nggak ya?).

Tak terasa, setelah setahun proses pemantasan diri itu saya jalani, terjadi perubahan besar yang tidak saya sadari. Saya yang tidak pernah juara kelas jadi rangking satu di kelas, tidak hanya sekali, tapi tiga caturwulan berturut – turut. Malah, kebiasaan juara satu ini keterusansamapi kelas tiga. Saya juga semakin sering terlihat di masjid. Shalat jama’ah selalu saya ikuti, majlis taklim tak pernah ketinggalan. Kegiatan apa pun yang diadakan Rohis bias tidak sah kalau tidak saya hadiri (hehe, becanda!). Meski begitu, kegiatan saya nge-band tetap jalan, tapi dengan sedikit penyesuaian.

Saya menikmati semua yang saya lakukan, sambil berharap dia tertarik pada saya. Tapi, dia memang orang super cuek yang pernah saya tahu. Itu membuat saya semakin penasaran. Saya lalu Istikharah, dan hasilnya saya semakin yakin dia memang jodoh saya. Namun anehnya, tak berselang lama hati saya dilanda ketakutan. Karena merasa ingin segera memiliki, saya takut terjebak dalam cinta yang salah. Saya sadar, saya harus bias mengendalikan perasaan.
Saya sangat bersyukur dengan perubahan yang terjadi dalam diri saya. Saya punya image baru. Saya dikenal sebagai anak yang pintar, aktif berorganisasi, dan vokalis band. Lengkap.. waktu itu, saya sudah bias menciptakan lagu sendiri dan saya nyanyikan disekolah. Beberapa lagu bahkan ada yang menyabet juara dalam perlombaan, meski kebanyakan lagu cinta. Namun, pelan – pelan saya memutuskan untuk stop main band. Saya ingin focus mendirikan grup nasyid, karena saya merasa sudah lebih baik dalam memahami ajaran Islam. Saya mulai mengenal Islam dengan baik, menikmati kedekatan dengan Allah SWT, dan saya semakin aktif dalam kegiatan Rohis. Puncaknya, saya dicalonkan sebagai ketua Rohis. Celakanya, saya terpilih!!!

Saat menjadi ketua Rohis, saya semakin sibuk dengan kegiatan keislaman. Dan Alhamdulillah, saat saya diberi amanah menjadi ketua, Rohis sekolah kami mendapat predikat Rohis terbaik se-kabupaten. Itu adalah prestasi pertama yang sangat membanggakan bagi Rohis sekolah kami, karena sebelumnya belum pernah kami mendapat predikat semacam itu.

Saat kelas dua, saya pernah memberanikan diri menyampaikan perasaan saya kepada gadis itu. Saya yakin, kalau hanya menyampaikan perasaan sih boleh – boleh saja. Saya juga sampaikan bahwa saya punya niat yang serius dengan maksud itu. Saatnya nanti, saya ingin menikahi dia. Kalau ingat hal itu, saya ingin tertawa sendiri. Anak sekecil itu berani – beraninya !

Memantaskan diri dimata gadis itu sudah saya lakukan. Yang saya lupakan adalah memantaskan diri di hadapan Allah SWT. Astaghfirullah… di titik kesadaran itu, saya tertunduk malu dan menangis memohon ampun kepada-Nya.

Waktu berlalu, tak terasa, sampailah saya di penghujung masa sekolah. Alhamdulillah, kami berdua lulus. Saya kembali memberanikan diri untuk bicara serius tentang masa depan kepadanya. Sebab, saya memutuskan untuk kuliah di Bandung, sedangkan dia di Jakarta. Keputusan kami, kami berdua harus saling mengikhlaskan. Belum saatnya menikah, belum pasti juga kapan saya berani meminang. Dia belum siap menikah, begitu juga saya. Jadi, tidak ada komitmen apa pun. Artinya, kami tidak perlu merasa terikat, tidak perlu saling menunggu. Kalau di Jakarta dia bertemu jodoh dan menikah tak masalah. Dan, jika saya di Bandung bertemu gadis lain dan berjodoh juga tidak mengapa. Tak ada komitmen yang harus kami pegang. Benar – benar saling melepaskan.

“Ya Allah, aku sangat yakin bahwa janji-Mu adalah benar, bahwa rencana-Mu lah yang terbaik. Jika dia jodohku, jaga dia dalam kebaikan, dan pertemukan kami kembali di waktu yang tepat untuk bersatu. Jika dia bukan jodohku, aku yakin Engkau sudah  mempersiapkan seseorang yang lebih baik untukku.” Demikian do’a saya saat itu. Bagaimanapun, saya tetap mencintai dia. Hanya saja, saya merasa cinta saya lebih tulus dan ikhlas.

Saat masih baru tinggal di Bandung, saya sering membaca do’a ini, sambil membersihkan hati dari remah – remah kotoran yang tersisa. Alhamdulillah, beberapa bulan tinggal di Kota Kembang itu, saya sudah nyaman dengan segala aktivitas saya. Tahun kedua dan ketiga kuliah, saya benar – benar melupakannya. Apalagi, aktivitas saya semakin menumpuk: bisnis kecil – kecilan untuk menutup biaya kuliah, jadi ketua organisasi di Kampus, nyanyi dan menulis lagu, dan mengejar prestasi akademik biar dapet beasiswa. Alhamdulillah, semua bias saya lakukan dengan baik. Saking senangnya dengan Bandung dan aktivitas saya kala itu, pernah saya berfikir mencari calon istri di Bandung saja. Saya memang berniat menikah muda. Jadi, saya mencoba membuka hati pada siapapun. Bumi Allah kan luas, hehe . kalaupun di masa lalu ada harapan, harapan itu sudah saya ikhlaskan.

Selama tinggal di Bandung, saya sering meminta ibu agar dido’akan, dimintakan kelancaran dalam semua hal, termasuk urusan jodoh. Ibu saya seorang ahli tahajjud. Saya yakin do’a beliau di sepertiga malam terakhir didengan oleh Allah SWT.

Suatu hari, ditengah aktivitas saya yang padat, saya menerima SMS dari seseorang : Nia Agustiani. Jantung saya seakan melompat keluar! Seseorang dari masa lalu kembali. Wanita yang pernah sangat saya kagumi itu mengaku menemukan kontak saya melalui Friendstar (Facebook atau Twitter belum lahir, ketahuan deh kira – kira umur saya berapa). Kami lalu saling kontak via handphone. Saat itu, saya sudah di penghujung masa kuliah dan kebetulan belum menemukan seseorang yang saya yakini bias menjadi istri yang shalehah. Begitu juga dia, belum menemukan seseorang yang bisa membuatnya yakin untuk menjalani hidup bersamanya.

Inilah scenario Allah SWT. Hanya Dia yang bias menjaga hati seperti itu…

Setelah lulus kuliah, saya beranikan diri untuk mengungkapkan kembali niat lama yang pernah saya katakana padanya. “Saya masih ingin kamu menjadi istri saya, ibu dari anak – anak saya nantinya.” Do’a kami terjawab. Kami akhirnya di persatukan oleh Allah dan menikah pada tanggal 18 Oktober 2008, tepat usia kami 23 tahun.


 
The End … ^_^

Dari buku Dream&Pray